Sep 7, 2011

Duku Komering…. (Riwayatmu Kini)

Nyoba Nulis Lagi… Pernah ngga sobat-sobat makan duku ,dukupalembang, hmmmm di beberapa daerah di sumatra selatan sendiri banyak daerah penghasil duku, salah satu yang paling terkenal adalah duku komering…bila sobat jalan-jalan kepalembang nanti disaat musim duku di hampir setiap jalan-jalan utama palembang akan terdapat banyak orang berjualan duku bertuliskan duku komering, dan bila sobat dari luar palembang atau luar pulau mungkin akan mengenal nya dengan nama duku palembang….
Tulisan ini berdasarkan apa yang penulis dengar dan mencoba menarik kesimpulan dari berbagai sumber termasuk orang tua penulis sendiri…
Tahun 70-an sampai awal tahun 2000-an bisa dikatakan tahun emas bagi daerah komering sebagai salah satu daerah yang “mampu” memberikan sumbangan pendapatan bagi sumatra selatan, karena daerah komering yang memiliki karakteristik tanah yang subur, sehingga persawahan dapat menghasilkan panen yang melimpah termasuk juga perkebunan, ada beberapa hasil yang bisa “ditawarkan” keluar sumatra selatan, seperti pisang, durian, manggis, mangga serta duku, walaupun sepanjang daerah komering berbeda-beda waktu panen buah tersebut tapi dari hasil panen tersebut dapat sedikit banyak meningkatkan pendapatan keluarga-keluarga yang ada di daerah komering.
Mengapa penulis menyebut tahun-tahun tersebut sebagai “masa keemasan”, karena sesuai dengan karakteristik awal masyarakat komering yang sejak dahulu (sejak zaman penjajahan) sebagai masyarakat bertani dan berkebun terbukti dari usia-usia pohon duku dan durian didaerah sana yang hampir setua kakek nenek bahkan lebih tua dari mereka. Inilah salah satu sebab positif mengapa duku komering memiliki perbedaan dari duku daerah lain. Subur nya tanah yang ada disana dijadikan modal utama pendapatan keluarga yang secara otomatis membawa perubahan kehidupan bagi pemilik tanah dan perkebunan buah di sana.
Tahun-tahun yang sulit bagi pemilik perkebunan di komering bisa dikatakan saat iklim berubah drastis seperti sekarang ini, diawal-awal isu global warming sangat mempengaruhi hasil panen duku, yang mengalami penurunan drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Mata pencaharian keluargapun mulai berubah dengan perdagangan dan yang lainnya termasuk merantau…
Bila dulu orang ingin membangun rumah atau memiliki kendaraan baru bisa dikatakan itu adalah hasil dari panen termasuk panen duku, Kondisi tersebut ikut diperparah dengan “perluasan lahan kelapa sawit” dari berbagai sumber didaerah hulu-an komering ada beberapa lokasi sudah berubah fungsi yang dulunya perkebunan duku dan durian sekarang menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini bisa berakibat meluas dan duku komering hanya akan tinggal cerita bagi anak dan cucu kita nantinya.
Peran lembaga adatpun tidak bisa berbuat banyak, mengingat kepemilikan perkebunan tersebut secara individu, sehingga segala keputusan pun tergantung pemilik, tetapi bila ini hanya dijadikan “tontonan” sedangkan tidak adanya upaya resmi yang mengikat dan melindungi tidak menutup kemungkinan akan selesai juga.
Peran lembaga pemerintah daerah pun tidak terlalu signifikan, padahal bila ada, hal seperti ini tidak perlu terjadi dan bisa saja turun tangannya pemerintah daerah sebagai sarana penyediaan lapangan kerja bagi penduduk didaerah tersebut dengan adanya “BackUp” untuk para pemilik perkebunan untuk memberikan perlindungan maupun sarana yang berfungsi sebagai reward n funishment sehingga apapun yang menjadi ciri khas daerah tidak hilang dan juga sebagai upaya pemerintah melestarikan ciri khas daerahnya.
Bayangkan bila peran Pemerintah Daerah dan Lembaga Adat yang ada dapat secara langsung memberikan kontribusi kepada daerahnya masing-masing, tidak menutup kemingkinan adanya keberhasilan dalam segala sektor pembangunan.
Tulisan ini tidak memiliki unsur politik apapun hanya goresan keprihatinan yang mendalam akan kondisi yang menjadi sorotan berbagai pihak disana tapi mungkin luput dari pandangan maupun tindakan.
Semoga tulisan dalam blog ini dapat menjadi acuan bagi siapapun termasuk penulis bahwa identitas suatu daerah tidak selamanya akan kekal bila tidak kita sendiri yang menjaga dan melestarikannya..

Aug 25, 2011

Juluk……… Pengakuan terhadap...

Tulisan berikut ini akan komering angkat dengan judul "Juluk/Gelar …sebuah identitas pengakuan……." Di tulisan ini akan coba komering angkat apa itu gelar, kapan diberikan dan fungsi serta manfaat yang diberikan pada "Gelar" tersebut.
Dalam masyarakat komering ada beberapa macam tingkatan yang dapat dibedakan dalam pemberian gelar tapi komering tak akan membahas tingkatan tersebut. Disini komering akan membahas tentang gelar dan fungsinya.

Gelar dalam masyarakat komering berhubungan dengan status yang ada dalam dirinya yaitu ketika seorang laki-laki komering menikah dia akan mendapat gelar atau sebutan, gelar ini dapat diberikan saat silelaki tersebut menikah ataupun pada waktu-waktu mendatang (beberapa waktu setelah menikah).

Pemberian gelar ini sangat penting dalam masyarakat komering sehingga adat ini masih dipegang kuat dalam masyarakat komering dari zaman ke zaman, pemberian gelar ataupun biasa disebut juluk ataupun Golar…… tergantung pada gelar yang di dapat dari orang tua misalkan gelar yang didapat ayah dari lelaki komering adalah prabu maka biasanya gelar sang anak yang telah menikah akan turun menjadi prabu, dan diikuti nama juluk atau nama gelar nya anak tersebut yang diberikan oleh ketua adat dengan persetujuan orang tua, bila orang tuanya ber-gelar-raden maka anak laki-laki yang telah menikah tersebut akan mendapat gelar Raden dan dikuti dengan nama juluk nya, begitu pula bila nama orang tuanya bergelar ratu dan seterusnya hingga proses pemberian gelar tersebut terjadi.
Biasanya pemberian gelar tersebut dibarengi dengan berbagai Ritual yang bercampur dengan ritual keagamaan (Islam) yang berisi doa dan pengharapan orang tua maupun keluarga serta masyarakat agar dengan gelar yang diberikan si lelaki tersebut dapat menjadi orang yang akan memimpin dalam kebaikan baik memimpin diri, keluarga dan lebih-lebih masyarakat luas nantinya.

Setelah sedikit banyak mengulas tentang siapa yang berhak menerima gelar tersebut mungkin diantara pembaca ada yang bertanya mengapa bercerita tentang lelaki yang telah berkeluarga.bukan pada setiap lelaki komering. Inilah salah satu fungsi utama mengapa pemberian gelar tersebut diberikan pada lelaki yang telah menikah yaitu sebagai pembeda penyebutan nama karena biasanya penyebutan nama (memanggil) seseorang dilakukan dengan menyebut nama yang telah diberikan oleh orang tua ataupun keluarga sejak lahir, tetapi bila dia telah menikah dia akan di berikan Gelar yang nantinya ketika penyebutan nama nya (memanggil) orang tersebut dia akan dipanggil dengan gelar yang telah didapat ketika telah menikah. Penyebutan tersebut berlaku pada siapapun yang memanggil termasuk orang tua dari lelaki yang telah menikah jadi ketika contohnya bila dia sedang berkumpul dengan kerabat yang lebih muda (belum menikah) dia akan mendapat perbedaan status di depan orang banyak, dengan adat pemberian gelar inilah dapat diketahui status seseorang walaupun orang lain tidak mengetahui status yang telah didapatkannya (menikah atau belum).

Mungkin banyak pembaca yang bertanya bagaimana dengan gelar yang jatuh pada istrinya, gelar tersebut diberikan oleh ketua adat untuk seorang yang telah menikah dengan secara otomatis mengikutkan penyebutan (memanggil) sang istrinya sama dengan gelar yang diterima sang suami contoh bila sang suami mendapat gelar raden makan sang istri akan di sebut nyiraden atau niai raden dan seterusnya yang berlaku pada gelar yang diberikan pada sang suami.

Demikianlah salah satu adat yang masih bertahan di masyarakat komering yang masih tetap bangga kami pegang dan kami pelihara semoga tulisan ini akan membuka wacana baru tentang adat dan istiadat masyarakat komering……..

Aug 15, 2011

KOMERING


Bicara mengenai Komering, akan tak terpisahkan dari suku Lampung karena ia merupakan bagian etnis Lampung seperti halnya Ranau, Cikoneng, yang terletak di luar batas administratif Provinsi Lampung.

Tak terelakkan lagi, banyak orang komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka umbul maupun kampung (tiuh). Perpindahan kali pertama mungkin oleh marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga Mayang.


Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu (Lampung Ragom, 1997): "Kelompok Lampung Sungkai asal nenek moyang mereka adalah orang komering di tahun 1800 M. pindah dari Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh kebuayan Abung."

Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering.

Dari sini kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya dsb. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus (64) pernah menjabat kacabdin di daerah ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. mereka adalah generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana.

Perpindahan berikutnya, yang dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka (Sungkai Jaya) di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus.


Dua Kampung Komering di Lampung Tengah (Komering Agung/Putih), menurut pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek Moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya (mungkin orang yang penulis temui kebanyakan usia muda < 50 tahun). Mereka menyebut Komering yang di Palembang "nyapah" (terendam).

Kemungkinan mereka juga berasal dari Minanga. Karena kampong ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar (Tiuh Gedung Komering. Negeri Sakti) Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi (56) dan Komaruzaman (70) (pensiunan BPN).


Penduduk di sana mengakui mereka berasal dari Komering (Dumanis) walaupun dialek mereka sudah tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di komering seperti Betung dsb., yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain.

Melihat perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung (Sungkai), serta menambah kebuayan Abung (Buay Nyerupa), tak ada salahnya kita mengetahui tentang dialek, tulisan, marga, maupun kepuhyangan yang ada di daerah Komering.

Bahasa Komering oleh sementara pengamat dikatakan banyak kesamaannya dengan bahasa Batak. Juga logatnya.

Ada cerita rakyat yang mengatakan Batak dan Komering berasal dari dua bersaudara. Antara kedua suku ini sering terdapat senda gurau untuk menyatakan masing-masing nenek moyang merekalah yang tertua (dalam Adat Perkawinan Komering Ulu, Hatta/Arlan Ismail).


Bahasa Komering dalam banyak literatur bahasa Lampung termasuk dialek "a". Sedangkan dialek bahasa Komering, menurut Abu Kosim Sindapati (1970), terbagi menjadi dialek Bengkulah, dialek Tanjung Baru, dialek Semendaway, dan dialek Buay Madang.

Kemudin Zainal Abidi Gaffar (1981) membagi menjadi dialek Martapura Simpang dan Buay Madang-Cempaka-Belitang. Perbedaan utama kedua dialek ini bahwa dialek Martapura Simpang memiliki fonem /e/ dan /?/ sedangkan Buay Madang-Cempaka-Belitang tidak.

Bahasa Komering juga memiliki tulisan yang disebut Ka-Ga-Nga. Akan tetapi, orang Komering sering pula menyebutnya tulisan Ulu/Unggak. Tulisan ini dipakai orang tua pada zaman dahulu. Sekarang tulisan ini hampir tidak pernah dipakai lagi dan generasi muda tidak seberapa mengenalnya.

Adapun marga yang terdapat di Komering Ulu, di antaranya marga Semendawai suku I/II/III dengan wilayah Minanga, Betung, Gunung Batu, Cempaka, dan sekitarnya. Marga Madang Suku I/II, Marga Buay Pemuka Bangsa Raja dengan wilayahnya Rasuan, Kotanegara, Muncak Kabau, Marga Belitang I/II/III dengan wilayah Gumawang, Sumber Jaya, Kota Sari, Marga Buay Pemaca, Marga Lengkayap.

Aug 2, 2011

Tanpa Judul

diantara kesenangan dan kesedihan kau goretkan asa
berlalu dalam gelap laksana sinar penuh harap...
hader mu membawa cercah dalam dahaga ini....
kau kumiliki dengan sepenuh jiwa....

saat terjatuh.....jauh ..jauh dari angan ini..

kau datang, membangun mimpi dengan senyum....
tau kah kau...?
ku patah, ku hilang dan ku mati dalam mimpiku....

 

keangkuhan hati ini terbentur asa...
terhalang oleh karang yang menjulang...
kasih....ku sebut namamu dengan air mata....
maaf bila ku harus pergi dari mimpi kita....

teruntuk matahari yang merona

merekah merah laksana mawar ditaman...
maaf....kasih...kini ku hilang bersama awan...
hilang dalam harap nan jauh didalam hening...



salah satu tulisan tangan komering di detikforum

Jul 11, 2011

Tentang Saya

Photo Our Komering's Baby => Daffa Raihan Naafi
blm update....

Jun 14, 2011

Take My Banner


and I Will Put Your's In My Blog



KomeringBlog








Banner Sahabat






blog-indonesia.com

artikel69.blogspot.com

Isman Punggul



  








Link Sahabat






SeenOnTv

Kang Rohman

Good Food

Pempek Ol Shop

O-om.com

Edisoho

Kang Ichal





May 12, 2011

My Store


Klontong




May 10, 2011

Free Sign Up

Bagi Yang Ingin Mencoba Keberuntungan untuk mendapatkan Penghasilan Tambahan...

No SPAM...!!! semua Gratis...!!!



Blog Advertising - Advertise on blogs with SponsoredReviews.com







Feb 19, 2011

''Komering'' Mengapa...?

Tulisan ini coba komering angkat agar adanya pengertian yang selaras akan identitas masyarakat komering,
sebuah identitas yang mungkin paling banyak di sangkal dari beraneka ragamnya suku-suku yang ada di sumatera selatan maupun kemungkinan indonesia karena adanya anggapan pada masyarakat komering, dibalik stigma negatif yang ada dimasyarakat luar tentang komering, masyarakat komering dikenal sangat tekun akan beribadah, pandai berdagang dan negosiasi berkebun adalah mayoritas yang dikerjakan masyarakat komering selain bertani.
Dan bila diluar (masyarakat komering rantauan) akan berupaya menyembunyikan identitas komeringnya hal ini pernah komering alami sendiri selagi komering kuliah di yogya sampai suatu ketika komering harus mengingkari identitas komering sebagai orang palembang, sebuah pengalaman yang sangat menyakitkan bahkan pernah suatu saat komering pulang kampung komering pergi ke lemabang (palembang) ke rumah teman yang asli pagar alam untuk mengajak pergi ke kampung komering walau dengan berat hati orang tuanya mengizinkan dengan alasan keamanan dan ke khawatiran.
Itulah sepenggal pengalaman pribadi komering apakah masyarakat komering hanya dikenal sebagai masyarakat yang kenal akan kekerasan dan brutal sehingga hal sepelepun masyarakat luar komering mengingkari akan keberhasilan masyarakat komering ironis memang masyarakat luar komering hanya tahu duku palembang bukan duku komering.
Bagi masyarakat komering sendiri suatu kebanggaan lahir ditanah komering walau entah berasal dari mana dan sejak kapan stigma tersebut melekat pada masyarakat komering, bila dirunut dan ditelusuri sedikit hal ini berkaitan akan kebiasaan masyarakat Sumatera Selatan khususnya masyarakat komering yang gemar membawa lading garpu (sejenis pisau) dipinggang dalam bepergian keluar rumah dan dengan kemajuan akan teknologi dan pola fikir masyarakatnya lambat laun kebiasaan yang sejak lama tersebut mulai ditinggalkan walau tetap memegang prinsip “dang mulai mona dang lijung aman ko tiboli'” sebuah prinsip yang masih akan tetap terpegang oleh masyarakat komering dimanapun.
Dari berbagai cerita dan tulisan yang beredar tentang masyarakat, keseharian dan adat istiadat komering banyak pula yang berisi tentang hujatan dan prasangka tanpa mengetahui latar belakang masyarakat dan sifat pada umunya. Sebuah identitas yang seakan tabu untuk diakui oleh orang komering sendiri karena stigma yang selalu mengikat kami yang muncul entah kapan dan entah sampai kapan. Masyarakat komering hanya berharap dapat memberikan kontribusi nyata pada pembangunan dan pada masyarakat komering sendiri pada umumnya.
Semoga masyarakat komering tidak menjadikan identitasnya sendiri seolah tabu untuk diakui walau sulit dan butuh waktu yang lama setidaknya masyarakat komering memiliki kesamaan dengan masyarakat lain di sumatera selatan dan di indonesia bahkan di dunia manapun masyarakat komering tidak pernah menutup diri akan kemajuan dan perubahan waktu demi waktu.
Sebuah aneka ragaman budaya yang selalu mewarnai kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara
Add to Google Reader or Homepage Add to The Free Dictionary Subscribe in Bloglines Add to My AOL

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls